Siapa yang belum tau mengenai pajak pertambahan nilai untuk usaha konstruksi?? Kalau belum tau, atau kurang mengerti, saya akan memberi tahu penjelasan mengenai pajak pertambahan nilai untuk usaha konstruksi. Berikut penjelasannya....
PPN UNTUK USAHA KONSTRUKSI
Sebelum memasuki lebih
dalam mengenai PPN untuk jasa konstruksi, alangkah baiknya mengetahui terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan jasa konstruksi itu sendiri, jasa konstruksi
adalah pelayanan yang diberikan berupa jasa konsultasi perencanaan,
pelaksanaan, konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Dan pekerjaan
konstruksi yaitu seluruh atau beberapa rangkaian kegiatan jasa konstruksi yang
meliputi pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mendirikan suatu bangunan
ataupun bentuk fisik lain seperti dokumen, gambar rencana, gambar teknis,
tataruang dalam (interior ), dan tata ruang luar (exterior), atau penghancuran
bangunan (demolition).
Salah satu dasar hukum PPN untuk jasa
konstruksi yakni Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi.
Terdapat 3 macam jasa konstruksi , yaitu
:
1)
Usaha perencanaan konstruksi , yaitu pelayanan
jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang mencangkup serangkaian
kegiatan yang dimulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen
kontrak kerja konstruksi.
2)
Usaha pelaksanaan konstruksi, yaitu
pelayanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang meliputi serangkaian atau
bagian kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir
hasil pekerjaan konstruksi.
3)
Usaha pengawasan konstruksi, yaitu
memberikan pelayanan jasa pengawasan secara menyeluruh maupun sebagian kegiatan
pekerjaan konstruksi , mulainya seperti pada jasa pelaksanaan konstruksi yang
dimulai dari persiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil
konstruksi.
Seluruh
macam-macam jasa konstruksi yang disebutkan diatas tersebut dikenakan PPN
dengan tarif 10% dari DPP (Dasar Pengenaan Pajak). DPP yang dimaksud disini
merupakan jumlah nilai pembayaran yang tidak termasuk PPN. Tarif PPN dikenakan
0% pada saat penyerahan jasa ke luar daerah pabean atau ke luar lingkup wilayah
Indonesia, berdasarkan UU nomor 42 tahun 2009 pasal 4 ayat 1. Dan apabila
terjadi terutang PPN pada saat penyerahan JKP (Jasa Kena Pajak) tersebut
walaupun jasa yang diterima belum dibayar, dan apabila pembayaran diterima
sebelum penyerahan jasa yang akan diberikan maka terutangnya pada saat
penerimaan pembayaran.
Terdapat
2 bukti apabila bendaharawan telah memungut PPN atas jasa konstruksi,
diantaranya yaitu faktur pajak standar dan SSP (Surat Setoran Pajak).
Faktur Pajak Standar (Lembar 1)
SSP (Surat Setoran Pajak)
Berikut
prosedur atau tata cara dalam pengisian SSP PPN atas usaha jasa konstruksi,
yakni :
NPWP : Diisi dengan NPWP Rekanan
(contoh: 01.225.663.2901.000)
Nama WP : Diisi dengan Nama Rekanan (contoh: PT.
Surya Konstruksi)
Alamat : Diisi dengan alamat Rekanan
NOP : Tidak diisi
Alamat OP
: Tidak diisi
Kode Akun Pajak : Diisi
dengan 411211
Kode Jenis Setoran : Diisi
dengan 900
Uraian Pembelian
: Diisi dengan PPN Masa … atas jasa konstruksi termin …. nomor kontrak
kerja: …. tanggal kontrak kerja : …. (contoh:
PPN Masa bulan Juli atas jasa konstruksi termin I nomor kontrak kerja :
124/dincipkarbad/02/2009 tanggal 6 Februari 2009)
Masa Pajak : Diisi
dengan “X” sesuai bulan dilakukan pembayaran
Tahun
: Diisi dengan tahun dilakukan pembayaran
Nomor Ketetapan Tidak diisi
Jumlah Pembayaran
: Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan
angka (contoh:
Rp100.000,00)
Terbilang :
Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan huruf (contoh: SeratusJuta Rupiah)
Wajib Pajak :
Diisi dengan Nama Bendaharawan, disertai tanda tangan dan Cap Satker Penyetor
:......... , tgl ......
:
Diisi dengan Tempat dan tanggal dilakukan pembayaran
Cara
untuk memungut PPN, yaitu dengan cara sebagai berikut :
1)
PKP rekanan (Pengusaha Kena Pajak
rekanan) menerbitkan faktur pajak dan SSP pada saat
Pemberian
atau penyampaian tagihan kepada bendaharawan, baik secara keseluruhan maupun
sebagian pembayaran.
2)
Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3
(tiga) yaitu pada lembar pertama untuk bendaharawan, lembar kedua untuk arsip
PKP rekanan, dan lembar terkahir untuk dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut
(Formulir 1107 PUT).
Sarana
untuk melaporkan pemungutan PPN dalam suatu bulan/masa pajak adalah Surat
Pemberitahuan (SPT). Maka dari itu setelah memungut PPN, bendaharawan harus
melaporkan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPN. Batas waktu pelaporan SPT
Masa oleh bendaharawan paling lambat disetorkan tanggal 7 bulan berikutnya dan
paling lambat dilaporkan pada 14 hari setelah masa pajak berakhir. Apabila
terjadi keterlambatan dalam melapor maka dikenakan sanksi berupa uang sebesar
Rp500.000. Dan perlu diperhatikan pula apabila terjadi dalam suatu masa pajak
tidak ada pemungutan pajak (nihil) maka SPT Masa tetap wajib dilaporkan setiap
bulannya, dan apabilan tidak melaporkan maka akan dikenakan sanksi terlambat
melaporkan SPT Masa. Dan pada saat melaporkan SPT Masa PPN harus dilampirkan
pula SSP atas penyetoran PPN.
SPT Masa PPN
Semoga
penjelasan diatas cukup dapat memberi kalian referensi yaa mengenai PPN
(Pajak Pertambahan Nilai) untuk usaha konstruksi. :)
0 komentar:
Posting Komentar